Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengapa Orang Mendawai (Katingan) Banyak YangTidak Memakan Ikan Patin.


Pada zaman dulu di sebuah daerah Sungai Katingan, tepatnya Daerah Mendawai, seorang nelayan berhasil menangkap ikan patin yang besar. Ia memutuskan pulang ke rumah dengan ikan tersebut. Ketika sampai di rumah, ia meletakkan ikan patin yang masih hidup ke dalam balanga dan menutupnya dengan daun, dengan rencana untuk memakannya keesokan harinya. Setelah itu, sang nelayan pergi beristirahat tidur.

Saat nelayan  tersebut tertidur lelap, hujan lebat turun dengan derasnya. Keesokan harinya, ia pergi ke dapur untuk memasak ikan yang telah ditangkapnya. Namun, di dapur, ia kaget menemukan seorang perempuan kecil yang mengaku sebagai ikan patin yang dia tangkap kemarin. Perempuan kecil itu memohon agar si nelayan mengangkatnya sebagai anak. Dengan penuh kasih sayang, sang nelayan setuju untuk merawat perempuan kecil tersebut, karena ia pun sebenarnya hidup sendiri  tidak memiliki istri atau anak.

Perempuan kecil itu kemudian tumbuh menjadi seorang gadis remaja yang cantik. Banyak pemuda yang tertarik padanya, tetapi orang-orang tua di kampung melarang mereka, karena mengetahui asal-usul gadis itu yang berasal dari ikan patin. Namun, ada seorang pemuda yang nekat melamarnya, dan akhirnya mereka menikah.

Pada malam pertama pernikahan mereka, sang istri mengungkapkan kembali bahwa ia sebenarnya adalah manusia jadi-jadian yang berasal dari ikan patin. Ia meminta suaminya untuk berjanji tidak pernah menyakitinya dengan membicarakan atau mengungkit asal-usulnya, karena ia mungkin bisa berubah menjadi ikan patin lagi. Sang suami setuju dengan janji tersebut.

Beberapa tahun kemudian, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki. Anak tersebut memiliki kebiasaan mandi di sungai berjam-jam setiap harinya dan sulit dihentikan. Sang ayah menjadi tidak sabar dan marah, lalu memarahi anaknya dengan mengatakan bahwa ia adalah anak ikan patin yang selalu ingin berada di air. Teriakan tersebut didengar oleh sang istri, dan ia menangis lalu masuk ke dalam kamar.

Melihat istrinya menangis, sang suami baru menyadari bahwa ia telah melanggar janjinya. Ia masuk ke kamar untuk menghampiri istrinya. Sang istri mengatakan bahwa ia akan kembali ke asal-usulnya dan meminta sang suami untuk menjaga anak mereka dengan baik. Dengan perasaan bersalah, sang suami meminta maaf atas kesalahannya, mengakui bahwa ia tidak sengaja mengucapkan kata tersebut, dan menyadari bahwa anak mereka sulit diatur. Namun, semua itu telah terjadi, dan sang istri merasa bahwa ia tidak bisa lagi tinggal di rumah itu. Ia harus kembali ke air.

Sambil menangis, sang istri merasakan gatal-gatal di tubuhnya dan menggaruk-garuknya. Perlahan-lahan, tubuhnya yang putih mulai berubah menjadi seperti ikan. Ia meminta sang suami untuk mengantarkannya ke pinggir sungai, di mana ia akhirnya menyelam ke dalam air dan berubah menjadi ikan patin. Sebelumnya, sang istri melepaskan semua perhiasannya, seperti gelang, anting, dan cincin, dan berkata kepada sang suami bahwa jika anak mereka sakit, mereka bisa merendam perhiasan itu di air dan memberikannya minum atau mandi dengan air tersebut agar anak mereka sembuh.

Keesokan harinya, kejadian itu menjadi perbincangan hangat di desa. Akibat dari peristiwa tersebut, masyarakat desa dan keturunannya tidak mau lagi memakan ikan patin, karena mereka menganggap ikan patin sebagai jelmaan manusia. Cerita ini berlanjut hingga sekarang, dan desa tersebut, yang sekarang namanya Mendawai, terletak di sekitar Kabupaten Katingan, memiliki kebiasaan yang sama. Beberapa penduduk desa Mendawai pada suatu saat melakukan perpindahan ke daerah Kotawaringin Barat dan mendirikan sebuah kampung yang bernama Mendawai. agar mereka bisa mengenang asal usulnya,. Hingga sekarang, mereka dan keturunannya sebagian besar tetap tidak mau memakan ikan patin.

Begitulah asal usul mengapa sebagian orang Mendawai di Katingan dan juga orang Mendawai yang ada di Kotawaringin Barat tidak mau memakan ikan Patin. 

Sumber : Pedagang dan Pejuang Menyingkir, Mencari Kehidupan Baru, Penulis Rizal Hadi, Penerbit, CV. Hemat 2022.

Posting Komentar untuk "Mengapa Orang Mendawai (Katingan) Banyak YangTidak Memakan Ikan Patin."